Belajar Dari Masalah
Mei 26, 2017
Halo teman-teman. Sudah mandi pagi?
Saya menulis catatan ini dalam keadaan yang biasa-biasa saja. Baik juga tidak, buruk juga tidak. Ada satu kejadian menarik yang saya alami beberapa waktu ini. Alhamdulilah ada hal yang selalu saya syukuri dalam hidup ini adalah dipertemukan dengan manusia-manusia hebat baik tua maupun masih muda... banyak sekali yang bisa saya ambil dan contoh dari beberapa sikap serta pemikiran mereka.
Kemarin entahlah saya sedang melow-melownya dan pas lagi melownya itu atasan saya sekaligus orang yang sudah saya anggap menjadi guru saya ini selalu menyiapkan telingan dan mulutnya untuk saya... “Guru, mendadak saya kangen punya orangtua, saya kangen rasanya dilindungi, mendapat perhatian-perhatian kecil, saya rindu bagaimana rasanya mendapat pengakuan oh ini lho anak saya” perasaan itu muncul setelah melihat romantisme anak dan ibu yang sedang mengantarkan anaknya ke bank bayar spp... saya mengamati bagaimana si Ibu yang dengan telaten memastikan bahwa berkas-berkasnya sudah siap, sambil membawakan sedikit bawaannya. Dan naluri saya sebagai seorang anak perempuan pun muncul. Ada rasa iri. Dalam hati “pengeeeeen diladenin gitu ya Allah, aku capeeeek” ya memang sih saat melihat pemandangan itu saya sedang capek-capeknya, kepanasan dan lapar. He-he-he.
Sejak SMP saya sudah dilatih mengurusi apa-apa sendiri, apalagi sejak Mami saya sakit-sakitan. Tak ada cerita mengantarkan anaknya daftar sekolah, apalagi mengantarkan anaknya bayar spp... Yang ada kami selalu pasang wajah tegar dan ceria agar Mami tak terbebani. Sudah cukup penyakit ganas itu membuatnya semakin menderita. Tiap tengah malam terbangun melihat mami muntah-muntah, tak tega rasanya. Kadang juga kami memastikan air putih sudah tersedia di kamar agar beliau tak kesusahan keluar untuk mengambil air minum.
Tapi kami (anak-anaknya) tak terbebani merawat beliau terlebih saya. Yang sudah diitinggal kakak-kakak merantau melanjutkan kuliah ada yang di Surabaya dan Jakarta. Bagi saya mami adalah segala-galanya, tempat saya berkeluh kesah, apalagi jika hujan deras, mami selalu membacakan doa dan memeluk saya dengan erat “Mi, takuuut” keluh saya ketika masih SD bahkan sampai SMA pun sebelum beliau meninggal setiap hujan saya selalu mencari pelukannya. “wis ayo bobok, ini sudah dikeloni mami” jawabnya meyakinkan. Maka saya pun berhasil tertidur pulas..
Adalah hal terpahit bagi saya ketika beliau meninggal. Masih ingat jelas ketika beliau sakit masih saja menyempatkan memasakkan anak-anaknya garang asem padahal kami tak meminta.
“Mi, kakak-kakak udah pada nikah, aku kesepian mi”
“Ada mami gini kok”
Entah mengapa malam itu tak seperti malam-malam biasa. Saya tak bisa tidur tapi sudah dipaksa tidur supaya besok bisa bangun subuh berjamaah, jadi lah saya pura-pura merem waktu itu supaya kelihatan tidur. Saya merasa bahwa mami sedang memandangi wajah saya, tangannya lembut membelai rambut saya lalu berkata “Kamu itu bidadari kecilku, mami sayang banget sama dibong, jangan tinggalin mami yaa” mendengar kalimat-kalimat manis itu hampir tiap malam sebelum puasa. Ingin rasanya menangis saat kalimat itu terlontarkan untuk kesekian kalinya. Dalam hati pun “aku juga sayang banget sama mami, mami harus sembuh ya nanti kita main, jalan-jalan, masak bareng ya Mi”
Bahkan kepergian beliau terkadang masih saya anggap fiksi. Jika hujan deras disertai petir malam-malam, sendirian di kosan biasanya saya reflek mengigau, mencari tangan dan pelukan mami. Ketika hanya guling dan boneka yang saya temukan seketika itu sadar. Oh astagfirlullah...
“Nak, hidup ini memang kejam. Manusia sudah diberi jatah porsi ujian sama Allah. Mau putus asa, menyerah, stres atau justeru sebaliknya bertahan dan maju ke depan itu pilihan manusia sendiri... Yang jelas orang hebat itu akan melewati proses yang berat, susah terlebih dahulu. Allah saja yakin kamu mampu melewatinya lantas kenapa kamu tidak yakin terhadap dirimu sendiri?”
Mendengar nasihat itu hati saya mendadak seperti disirami es ditengah panasnya gurun pasir. Adem.. terlebih beliau adalah orang hebat yang saya tahu sendiri begitu ganas rintangannya.
Pernah suatu ketika pekerjaan kami mengalami masalah, beliau dengan tenang “ sudahlah, enggak apa-apa. saya sudah terbiasa melewati masa sulit, ini tidak ada apa-apanya. Optimis kita bisa melewati ini semua”
Sebuah kalimat yang saya garis bawahi “saya sudah terbiasa melewati masa sulit”
Saya meyakini bahwa segala masalah, ujian atau cobaan dan sebagainya yang kita hadapi ini jika kita mau bertahan, kuat dan terus melangkah. Ujian yang awalnya menjadi hal yang menyakitkan bagi kita justeru menjadi penguat bagi kita kelak....
Saya juga percaya bahwa ujian berat itu jika kita mampu menyikapinya dengan pikiran yang positif, jiwa yang optimis maka kelak kita bisa memetik hikmahnya bahwa ujian itu yang dulunya menyakitkan bagiku ternyata dapat menghebatkanku. Tentu saja semua itu atas izin Allah...
Saya juga percaya bahwa ujian berat itu jika kita mampu menyikapinya dengan pikiran yang positif, jiwa yang optimis maka kelak kita bisa memetik hikmahnya bahwa ujian itu yang dulunya menyakitkan bagiku ternyata dapat menghebatkanku. Tentu saja semua itu atas izin Allah...
0 comments
Makasih sudah main, ambil yang baik-baik dari postingan ini, yang jelek tinggal ngopi aja..