Aku Adalah Anak Broken Home yang Bahagia
April 01, 2018
Membahas
masa lalu memang tak akan pernah tuntas, jejaknya selalu membekas. Entah itu
menyenangkan maupun menyedihkan. Meninggalnya Ibu merupakan luka batin yang
sangat menyakitkan. Seperti kiamat kecil bagi hidupku. Dalam bayanganku, aku
tidak akan sanggup menjalani hari-hari tanpa Ibu… jangan tanya bapakku dimana.
aku dibesarkan hanya seorang ibu. Dulu, aku mengutuk sosok bapak itu adalah
laki-laki paling bajingan sedunia. Namun proses kehidupan perlahan membukakan
pikiranku bahwa sebajingannya bapak, ia adalah makhluk ciptaan Tuhan. Semua tak
lepas dari takdir. Aku percaya dan hmm harus percaya bahwa takdir yang pahit
menurut kita ternyata terbaik menurut Tuhan. Aku hanya sebagai pelakon hidup
yang gigih belajar ikhlas dan pasrah.
Di
masa lalu sejak ibu meninggal, logikaku berkata bahwa aku tidak akan pernah
sanggup hidup tanpa Ibu. Bagaimana bisa, kedua kakakku menjadi perantauan di
kota sebrang, mereka sudah saling berkeluarga. Adapun bude. Tentu saja rasa kasih sayangnya
berbeda dengan kasih sayang ibu. Di masa-masa kepergian Ibu aku sempat
mengalami pembullyan yang dibungkus rasa iba. Bullying yang alus banget….
“Ya
Allah kasian ya kamu itu yatim piatu”
“Ih
terus gimana dong kalau curhat kalau enggak punya orangtua, kasian ya kamu itu”
Siapapun yang telah berbicara seperti itu
kepadaku maka dalam pandanganku sudah ku beri nilai double minus.
Sejak
saat itu aku selalu suka diam dan menyendiri meskipun kepribadianku yang
sesungguhnya jauh dari sifat itu. aku lebih suka menyembunyikan identitasku. Bahkan
rela berbohong demi menjaga hati dari kebaperan.
Ada
sampai sekarang seorang yang baiknya bener-bener tulus bahkan sampai kapanpun
aku enggak akan pernah melupakannya. Adalah bu dwi, dosen pembimbingku. Beliau mampu
mengemas simpatik dengan kalimat yang tidak menyinggung bahkan mengharukan
sampai-sampai aku tak segan menangis di peluknya..
“Doa
yang baik-baik dari Ibu ini anggaplah doa dari orangtuamu ya, kamu hebat.. kamu
kuat. Sejak awal saya sudah jatuh cinta sama kamu, kamu itu cerdas cuman sayang
bandel” haha kalimat yang terakhir emang agak enggak enak, tapi itu tidak menjadi
masalah. Setidaknya tutur katanya menjadi obat rinduku kepada Ibu. bukan hanya Bu Dwi, ada beberapa ibu lain yang sudah ku anggap ibuku sendiri, dan ia pun menganggap aku seperti anaknya, baik itu dari ibunya sahabatku sampai ibu yang baru aku kenal di masjid. Bagiku ini anugrah.
Merasa
kesepian itu wajar bagi siapapun yang mengalami hal yang sama sepertiku, tidak
memiliki orangtua. Kadang suka galau-galau sendiri, nangis-nangis sendiri kalau
lihat orangtua lagi jalan sama anak-anaknya. Atau lihat temen sendiri lagi
mesra banget sama ibunya…. Nyeseknya itu sampai ke tungkak lambung.
Dulu,
setiap malam sebelum ia meninggal sering bilang
“Mami itu sayang bangeeeet sama kamu,
kamu itu bidadari kecilnya mami. Jangan tinggalin mami yaa” iyaa, sih ibuku
memang punya bakat so sweet dari lahir. Keromantisannya itu yang akhirnya bikin
rumah rasanya adem, guyub. Ia juga suka menulis diary. Jaman belum ada HP ia
suka berkirim surat untuk kedua kakakku yang lagi kuliah di kota sebrang,
Jakarta dan Surabaya.
Biasanya ketika ia mengucapkan itu
aku diam sambil geli-geli gimana gitu mendengarnya, namun kali itu aku menjawab
dan ternyata kalimat itu menjadi percakapan kami yang terakhir.
“Mami yang suka ninggalin aku, kalau
kakak-kakak pulang mami jadi lupa sama aku…”
“Enggak-enggak…. Mami enggak gitu lagi
wis”
Ibu meninggal ketika usiaku 17
tahun. dan sekarang usiaku menginjak 25 tahun. sudah delapan tahun lebih ia
meninggalkanku dan nyatanya aku mampu bertahan selama itu meski kadang harus
merangkak, kadang harus berhenti sejenak ambil nafas. Kepergian ibu
meninggalkan banyak hikmah bagi diriku yang super bandel dan manja ini.
Aku jadi tahu rasanya berjuang tanpa
pelukan Ibu. Memaksakan diri menjadi kuat, membiasakan diri untuk tidak
mengeluh dengan keadaan. Kepergian Ibu mengubah kepribadianku menjadi lebih
mandiri. Dan satu hal yang harus ku syukuri. Tuhan telah mengirimkan obat
berupa bakat menulis. Ketika sedih sedang dominan mewarnai hidupku, aku
melampiaskannya dengan menulis. Ketika aku
sedang merasa sebel dengan seseorang, ingin marah dan senang pun ku lampiaskan
dengan menulis. Aku seperti menemukan teman sejati. Aku merasa tidak sendiri
ketika menulis. Sampai akhirnya membawaku pada komunitas yang berkecimpung
dengan dunia literasi. Yaa, mereka membuatku yakin bahwa aku tidak punya alasan
lagi untuk merasa menderita, merasa sendiri. “Aku adalah makhluk Tuhan yang
paling beruntung, aku harus selalu bersyukur!”
Manusia memang tak bisa lepas dari
berandai-andai. Ketika mendapatkan pencapaian-pencapaian yang selama ini aku
inginkan, rasanya ingin berbagi kebahagiaan kepada Ibu, ingin berteriak riang
memanggil namanya sambil memeluknya, menciumnya
“Ibu…. Aku berhasiiiiil” lhoh kok
jadi kayak Dora sih,
Ketika salah satu karyaku dimuat di
media atau dibukukan rasanya ingin berteriak riang
“Ibu…. Aku jadi penulis… baca niih
baca ini tulisanku lhooh”
Tapi aku harus sadar bahwa saat ini
ibu tidak membutuhkan itu semua, teriakan riang itu. ibu butuh doa dan kebaikan
anaknya. Aku selalu berharap bahwa tulisanku ataupun apa yang aku lakukan dapat
membawa nilai-nilai kebaikan yang mampu melapangkan kuburnya, diampuni segala
dosa-dosanya.
Dan kelak aku berharap Rahmat Allah
mampu mempertemukanku dengan Ibu di surga.
Rindu ini pekat, Bu… aku punya
segudang cerita untukmu. Tuhan, titip salam rindu untuk Ibu. Aku mohon
sampaikan rindu ini, sampaikan cinta ini dari anaknya yang paling bandel.
Bicara tentang broken home, semua
anak tidak ada yang mau mengalami itu. perpecahan keluarga adalah hal yang
paling menyakitkan dalam sejarah hidup. Tapi ada satu hal yang harus kamu
yakini bahwa Allah itu maha baik, ia tidak akan membiarkan hambanya menderita
begitu saja, ujian yang diberikan kepada kita pun bukan malpraktik, sudah
dipikirkan mateng-mateng sesuai dengan kemampuan kita. sederhananya begini, jika
kamu merasa mendapatkan ujian yang tidak seperti kebanyakan orang berarti kamu
spesial bagi Tuhan… ketika kamu merasa enggak ada yang bisa jadi temen curhat,
itu tandanya Allah sedang memanggilmu secara halus untuk mendekat kepadaNya. Pookonya
kalau sama Allah harus berbaik sangka apapun yang menimpa kita.
Kalau aku lagi suntuk-suntuknya
sering nyletuk gini sih
Udahlah biarpun ibu pergi, semua
pada menjauh, asalkan aku mohon ya Allah jangan kau jauhkan aku dariMu… aku
mohon jangan tinggalin aku Ya Allah, apa jadinya aku tanpa rahmat dan
lindunganMu. Beri aku kasih sayangMu, beri aku perhatianMu dan jadikanlah aku
hambaMu yang Kau cintai.
0 comments
Makasih sudah main, ambil yang baik-baik dari postingan ini, yang jelek tinggal ngopi aja..