Buruh Cerdas Anti Menuntut Kenaikan Upah

Mei 01, 2018



Bicara soal hari buruh. Tidak lepas dari organisasi buruh yang setiap tahunnya memadati jalan raya, gedung-gedung perkantoran dan instansi pemerintah. Hari buruh selalu identik dengan tuntutan kenaikan upah. Mereka lupa bahwa menuntut kesejahteraan pekerja juga penting, misalkan penyediaan transportasi gratis untuk karyawan dan makan siang, masih bisa diitung jari perusahaan yang membuat progam fasilitas seperti itu.
            Menuntut kenaikan upah dengan kinerja yang begitu-begitu saja seperti memaksa menuntut gratis makan siang di restaurant tapi enggak mau kora-kora(cuci piring) atau melakukan sesuatu yang sama-sama menguntungkan. Jadi enggak heran kan kalau sekarang perusahaan lebih mengutamakan efisiensi dan akhirnya lebih memperkerjakan mesin dari pada manusia. Kenaikan upah terjadi namun beriring dengan pengurangan karyawan. Jumlah pengangguran meningkat, angka kriminal tinggi. Itulah ironi masa kini yang terjadi. 
            Barangkali tahun depan hari buruh dapat dikemas berbeda, organisasi buruh mengadakan semacam pelatihan pengembangan skill dan kreativitas terhadap anggotanya, banyak memberikan motivasi positif. Kalau kita punya skill, produktivitas meningkat maka perusahaan enggak tanggung-tanggung memberikan kenaikan gaji dan pangkat. Tapi kalau gaji enggak naik-naik juga yaudah tinggal aja, cari perusahaan lain atau berwirausaha sendiri, kan punya skill, ngapain bingung, iya gak sih?! Itulah mahalnya sebuah skill yang sering diabaikan.
            Pagi tadi aku sudah dibuat baper, gara-gara suami dapet telfon dari OB kantornya. Dia minta kejelasan kalau tanggal merah yang seharusnya dia kerja itu libur enggak? Atau misalkan masuk ada uang lemburnya enggak. Ironisnya, perusahaan telah menetapkan peraturan bahwa meskipun tanggal merah dan seharusnya dia masuk ya tetep masuk, tanpa ada uang lembur namun kerjanya hanya setengah hari…
            Batinku, ya Allah kebangetaan banget, apa sih susahnya perusahaan mengeluarkan 50 ribu atau 20 ribu enggak apa-apa, mereka pasti udah seneng. Nampaknya di sini surga belum cukup menjadi iming-iming mereka untuk mensejahterakan karyawan-karyawannya.
            Dari suara OB itu kelihatan sedih mendengar kenyataan bahwa hari ini dia tetep masuk kerja dan enggak dapet jatah uang lemburan. Padahal aku kenal sama OBnya, orang Madura, baik banget kemarin habis kasih krupuk tela khas Madura sekerduus yang enak dan gurihnya paripurna. Smoga orang-orang baik dan tulus yang bekerja pada perusahaan atau instansi mendapat ganjaran sendiri di akhirat kelak.
            Namun dibalik penderitaan buruh, sepertinya mereka perlu menoleh ke bawah, sengenes-ngenesnya upah buruh masih ngenes upah guru dan tenaga medis. Sekolah susah, biayanya enggak sedikit bahkan sampe dibelain ngutang saudara, ngutang tetangga atau jual aset macem-macem tapi begitu terjun di dunia kerja, kerjone soro, gajinya enggak sebanding dengan apa yang dikeluarkan selama ini. Kita sudah masuk di jaman yang kaya makin kaya, yang miskin semakin menderita. 


You Might Also Like

3 comments

  1. Ya begitulah nasib seorang buruh... aku pernah jadi buruh.. buruh tani hanya untuk uang jajan waktu SMP, MA; upah gak seberapa, tapi lelahnya terbayar ketika mandi di danau bareng teman.teman yang juga ikutan jadi buruh ����

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Eh kehapus hikss..
    Komen ulang dehhh


    Thats way saya milih jadi IRT mba, bukan karena gaji atau upah.
    Tapi bingung bin baper kalau kerja harus bela perusahaan atau karyawan.

    Kebanyakan tuh zaman sekarang.
    Karyawan nunggu perusahaan naikan gaji baru mereka loyal atau naikan kinerja.

    Perusahaan pun demikian, nunggu karyawan naikan kinerja baru naikan upah.
    Gituuu aja terus sampai ladang gandum disirami keju ������

    BalasHapus

Makasih sudah main, ambil yang baik-baik dari postingan ini, yang jelek tinggal ngopi aja..