Bagaimana Aku Menghadapi Kehilangan Sejak Remaja
Juni 19, 2022
This is not an easy destiny to accept
Catatan kecil dari seorang perempuan yang sudah kehilangan orang - orang berharga di hidupnya sejak remaja.
Kenapa sih Allah suka ambil orang-orang berharga di hidupku.
Kenapa Allah tidak mengijinkan aku hidup seperti kebanyakan teman-temanku yang kehidupan keluarganya lengkap dan utuh.
Pesan apa sih yg Tuhan mau sampaikan ke aku?
Aku sudah tidak punya tempat pulang lagi…
Ini takdir yang tidak mudah untukku bisa menerima, tapi menolak takdir seperti sedang naik eskalator lawan arah. Kamu mau naik, tapi kamu sedang berada di eskalator turun. Gak akan pernah sampai bahkan pasti kelelahan dan kuwalahan.
Bude yang ku panggil Ibuk, yang merawatku sejak kecil, seminggu yang lalu meninggal di usia 73 tahun. Usia yang sudah dibilang tua sebenarnya. Hanya mungkin aku yang terlalu lemah menghadapi kehilangan lagi dan lagi.
Ibuk yang selalu menjadi teman keluh kesahku dan tempat pamer pencapaian serta kegagalan hidup. Beliau sangat bijak dan open minded. Habis ini aku mau cerita-cerita ke siapa kalau ibuk gak ada? Gak ada lagi yang manggil “Nduk cah ayu di setiap pesannya”
Ibuk yang passionate di bidang edukasi. Senang mengajar meskipun dulu gaji guru tidak sebanyak dan semakmur sekarang. Ibuk yang pekerja keras, di usia 50 masih semangat kuliah lagi.
Aku yang bingung mencerna pesan di hari kamis sore itu dari mas.
“Nduk, ibuk sudah kapundut”
Bingung antara mau nangis tapi ada anakku yang meroeng minta makan, bingung mau nangis tapi ada tanggung jawab pekerjaan yg harus aku selesaikan sore itu juga. Dan bingung karena ibu mertuaku sedang obname dan kami harus memastikan semua aman sebelum kami pulang. Dengan kondisi tubuh yg lemas serta masih kebingungan mencerna semua, akhirnya aku dan suami memutuskan pulang keesokan harinya selepas subuh.
Baru kali ini pulang dengan keadaan campur aduk, rasanya gak pengen cepet sampai rumah, tapi mereka sudah menungguku.
Lebaran kemarin aku sempat mengajaknya jalan-jalan bermain bersama cucu laki-laki kesayangan yang sudah beliau nanti. Yang sering dipanggil “Cah bagus”
Bahkan beliau ikut mengantarku sampai stasiun. Aku sempat memohon restu di tahun ini akan mendaftar sekolah lagi, lalu merintis karir baru. Beliau sangat senang dan mendukung anak perempuannya masih semangat menggapai cita-cita meskipun sudah jadi ibu.
Kejadian seminggu yang lalu seperti membuka luka masa lalu saat Ibu kandungku meninggal di usiaku 15 tahun, waktu itu aku masih baru masuk kelas 1 SMA. Lagi seneng-senengnya pakai seragam baru putih abu-abu.
Mami, begitulah kami (aku dan kedua kakaku memanggilnya) meninggal di usia belum bisa dikatakan tua, baru 49 tahun. Masih terbilang muda kan?
Mami meninggal di bulan syawal, saat semua anak-anak dan saudara berkumpul. Ia mengeluhkan sesak nafas, saat hendak sholat ashar, selesai wudhu beliau terduduk lemas dan meninggal. Padahal rencananya selesai sholat ashar, mami ingin minum segelas fanta merah dengan es batu didalamnya.
Takdirnya indah, meninggal dalam keadaan bulan syawal, bersuci (wudhu) dan menuntaskan puasa ramadhan full 1 bulan, khataman Al Quran 2x meskipun dalam keadaan sakit tumor otak.
Waktu itu aku pikir mami cuman pingsan, nanti kalau sehat kita bisa pesta fanta merah lagi.. Hah kok meninggal sih?!!
Seperti biasa, aku pun tidak terima kenapa mami pergi secepat itu. Marah? Tentu saja. Ku tanyakan pada Tuhan, kenapa harus ibuku? Kenapa gak ibu-ibu yg lain aja yang anaknya udah matang usianya, akutukan masuk di usia lagi butuh Ibu, kenapa diambil.
Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi mau menyentuh fanta merah.
Mami yang sering memanggilku bidadari cantik saat aku pura-pura tidur pulas, meskipun keesokan harinya ada saja yang membuatnya ngomel dan memarahiku.
Belum pulih rasa kehilangan itu, 4 tahun kemudian aku mendapat kabar kalau sahabatku meninggal karena kecelakaan.
Kami sungguh sangat dekat, laki-laki yang humoris,cerdas, baik hati tak hanya dekat denganku, ia dekat dengan keluarga dan kakakku. Ia terkenal pintar akademis dan aktivis kegiatan sosial. Bahkan kakakku bisa melihat ketulusan pertemanan itu, bukan modus.
Kami punya sapaan hangat, chacha dan chocho karena kami suka patungan jajan coklat chacha, sebungkus dibagi dua.
Dia yang selalu membangunkanku sholat tahajud
“Cha, jangan lupa sholat tahajud terus belajar ya”
“Cha, kamu ada cerita apa hari ini? Eh tau gak sih, aku ada lagu baru enak banget musiknya, liriknya juga bagus!”
“Cha, ada gosip baru di sekolah”
Mendengar dia meninggal, aku sunggu memohon kepada Tuhan, plis ya allah jangan lagi kau ambil orang berharga disekitarku, tolong kasih aku jeda.
Chocho adalah sahabat laki laki terakhirku. Karena selebihnya bulshit dan modus belaka.
Juni 2021 alias tahun kemarin, aku baru saja kehilangan guru spiritual. Beliau adalah guru ngaji suamiku, hingga akhirnya jadi guru ngajiku. Aku mau menikahi suamiku karena dia punya guru ngaji yang keren.
Bukan hanya guru spiritual, beliau bisa jadi teman diskusi, teman bercanda sekaligus teman curhat. Ia sungguh berharga di hidup kami (aku dan suami)
Aku hanya mengenal 5 tahun, waktu yang terbilang singkat tapi ilmu dan wejangan yang diberikan sangat berharga di hidupku.
Beliau yg mengajarkanku agar bisa legowo terhadap takdir Allah. Beliau yg mengajarkanku untuk bisa mengenal diri dengan utuh, karena itulah cara kita bisa mengenal Allah.
Agar sholat tak sekedar formalitas belaka
Agar selalu mengingat Tuhan dalam helaan nafas, setiap langkah, setiap waktu.
Aku dan suami bahkan selalu berkonsultasi setiap akan mengambil keputusan kecil maupun besar.
Beliau seperti mutiara berkilau yang sembunyi di perkampungan.
Tidak seperti ustadz kebanyakan.
Terimakasih atas takdir indahku ya Allah, kau pertemukan aku, dekatkan dengan orang-orang dengan kepribadian luar biasa.
Bahkan aku bersyukur di besarkan oleh seorang guru sejati
Dibesarkan dari seorang rahim perempuan yang pembelajar keras
Aku percaya ada masanya untukku bisa lapang menerima kehilangan.
Ini hanyalah masalah waktu, itu saja.
Ya kan?
2 comments
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKehilangan memang selamanya pasti takkan tidak terasa sakit dan menyisakan ruang hampa di bilik dada. Tapi dari kehilangan tersebut semoga membuat kita semakin tegap dan tegar menjalani hari demi hari. Love you, Mbak Utha 😘 You deserve the world 🤗
BalasHapusMakasih sudah main, ambil yang baik-baik dari postingan ini, yang jelek tinggal ngopi aja..